SELAMAT DATANG DI WEBSITE AKHWAT TANGGUH! SEMOGA BERMANFAAT DAN MEMBERI SEMANGAT BARU AMIN.... ALLOHU'AKBARRR!!!

Jumat, 06 Februari 2009

21 MALAM di GAZA


Lelehan darah dan air mata rakyat Palestina meneriakkan kepiluan, “Waa Islamah…”. Di manakah saudara-saudara seiman?. Sedangkan Rasulullah saw. pernah bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam percintaan dan kasih sayang mereka, bagaikan satu tubuh. Bila ada satu bagian yang sakit, maka semua tubuh merasakan sakit dan demam, hingga tidak bisa tidur”.


Di mana engkau wahai saudaraku kaum muslimin, Saat kaum Yahudi datang merobek-robek rumah kami, Menumpahkan segala jenis bom-bom dan amunisi Kreasi akhir zaman berteknologi tinggi Kami bertempur melawan musuh dan dinginnya malam Dengan tangan-tangan kosong, yang hanya tinggal kepalan. Di mana engkau wahai saudaraku kaum muslimin, Saat kami berlari-lari di kegelapan. Menghindari desing peluru yang berhamburan, Menyeret kaki berdarah-darah. Yang sobek tertancap besi yang patah. Di mana engkau wahai saudaraku kaum muslimin, Saat keluarga kami dicerai-beraikan, Oleh panasnya bom fosfor yang melelehkan jangat di badan. Saat aku berdiam menggigil di bawah gundukan Menanti waktu pagi saat gencatan. Di mana engkau wahai saudaraku kaum muslimin, Ketika kutemui anak-anak kami terserak bergeletakan Dengan tubuh lebam penuh luka mematikan. Saat jeritanku pecah, tak lagi tertahankan Menatap ketiga jasad mereka yang kaku dan diam Rasa nyeri hati tak mampu kusabarkan Semalam penuh mereka meraung-raung kesakitan. Kini… Kukecup satu per satu buah hati kami … dengan tatapan mata perpisahan Gaza… oh Gaza, dua puluh satu malam. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Tiga minggu penuh serangan brutal Israel dihujamkan ke wilayah Palestina di jalur Gaza. Pada awalnya serbuan dimulai dengan pesawat-pesawat canggih F-16 yang memekakkan telinga di jalur Gaza. Jalur yang sempit itu hanya memiliki lebar rata-rata lima kilometer dengan bagian yang paling lebar tidak lebih dari dua belas kilometer. Di sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Israel, di sebelah Barat ada bibir laut Mediterania. Di Selatan ada sebuah celah sempit—kota Rafah—berbatasan dengan Mesir. Akan tetapi perbatasan ini dijaga oleh dua lapis pasukan. Lapis pertama oleh tentara Mesir dan lapis ke dua adalah tentara Israel. Dengan bom-bom cluster yang canggih, senjata terbaru buatan Amerika, Israel menghancurkan dan membombardir sasaran-sasaran sipil. Mereka tidak peduli apakah itu mesjid, sekolah-sekolah, rumah-rumah, bahkan tempat-tempat penampungan pengungsi yang dikelola oleh PBB. Semua mereka hantam dengan membabi buta. Serangan ini hanya dilawan Hamas dengan senjata-senjata kecil yang biasanya digunakan dalam perang kota. Tentu saja, terjadi ketidak seimbangan kekuatan yang sangat mencolok, karena harus melawan berbagai kekuatan senjata dan alat pembunuh yang canggih keluaran terbaru. Di tengah berlangsungnya kebiadaban ini, dengan tenang dan penuh diplomasi, George W. Bush—Presiden Amerika Serikat saat itu--mengatakan bahwa Israel hanya sedang membela diri karena ditembak roket-roket Hamas. Tidak puas dengan serangan udara, hari berikutnya tank-tank Israel merangsek masuk ke wilayah Gaza, menghantam dan meluluhlantakkan bangunan-bangunan yang ada. Tanpa belas kasihan, seorang wanita yang mengibarkan bendera putihpun dihajar oleh peluru tank Israel, hingga tubuhnya hancur berserpihan. Tentara-tentara Yahudi ini memang tak peduli, apakah sasarannya perawat, dokter, pekerja sosial, atau wartawan sekalipun, semua dibantai. Sementara belasan negara Arab hanya mematung bingung tanpa protes, tanpa bantuan, dan tanpa pembelaan. Setiap pagi mata kita berkaca-kaca menyaksikan berita tentang Gaza di televisi. Malam demi malam korban selalu bertambah. Tidak kurang dari seratus orang rata-rata korban meninggal setiap hari dan lebih dari lima ratus orang luka berat. Saat gencatan senjata, setelah Gaza diserang selama tiga pekan, data jumlah korban meninggal lebih dari 1500 orang dan lebih dari 5000 orang luka berat dengan cacat permanen atau kelumpuhan dan amputasi anggota badan. Kebiadaban Israel ini memang di luar perikemanusiaan yang dikenal oleh peradaban. Bangsa yang telah dikutuk Allah swt. melalui lisan Daud dan Isa ‘alaihimassalam ini datang dan merampas tanah-tanah rakyat Palestina, setelah Inggris menduduki wilayah tersebut paska Perang Dunia I. Skenario mendatangkan orang-orang Yahudi ke Palestinapun dimulai. Perlahan namun jumlah mereka setiap waktu meningkat sangat siginifikan. Lalu pada tahun 1922, PBB menguatkan mandat Palestina di bawah Inggris. Teror-teror Yahudi atas penduduk Palestina, bahkan kasus pembakaran Masjidil Aqsha, mendapat perlindungan penuh dari tentara Inggris. Dan atas bantuan PBB, Inggris, Rusia dan Amerika, maka pada tahun 1948 berdirilah Negara Israel. Mereka memperluas wilayah pendudukan atas Palestina dan wilayah Arab sekitarnya. Selanjutnya lebih ekspansi lagi dalam perang tahun 1967. Jadi sekali lagi perlu ditegaskan dan diingatkan, bahwa status Israel atas Palestina adalah PENJAJAHAN. Awalnya hanya 5% wilayah Palestina yang diduduki oleh Yahudi. Namun kini lebih dari 80% tanah Palestina telah dirampas Israel. Kisah terakhir adalah dipenghujung tahun 2008. setelah Israel sukses memecah belah pemerintahan Palestina hasil pemilu yang paling demokratis. Pemilu yang dimenangkan oleh Hamas tersebut dimusuhi, diboikot, termasuk oleh AS dan Negara-negara Eropa. Kemudian Palestina dibelah, Mahmud Abbas dan Fatah mengklaim Tepi Barat, sementara Hamas bertahan di Gaza. Lalu disepakati gencatan senjata antara Hamas dengan Israel, namun Israel memblokade seluruh perbatasan. Tentara-tentara Yahudi memutus aliran listrik, menyetop pasokan gas dan juga memutus aliran air bersih ke Gaza. Mereka juga menyetop dan menahan semua bantuan, termasuk makanan maupun obat-obatan bagi rakyat Palestina. Tampak jelas sekali Israel amat berambisi membuat 1,5 juta rakyat Palestina yang tinggal di Gaza ini mati perlahan. Korbanpun mulai berjatuhan. Untuk memecah kebuntuan, setelah berakhirnya masa gencatan senjata, guna menarik perhatian dunia Internasional, maka Hamas menembakkan beberapa roket kecil ke wilayah Israel yang mengakibatkan kerusakan berupa lubang-lubang dangkal sebesar piring makan. Inilah yang kemudian direspon Israel dengan memborbardir habis Gaza selama 21 malam berturut-turut. Lelehan darah dan air mata rakyat Palestina meneriakkan kepiluan, “Waa Islamah…”. Di manakah saudara-saudara seiman?. Sedangkan Rasulullah saw. pernah bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam percintaan dan kasih sayang mereka, bagaikan satu tubuh. Bila ada satu bagian yang sakit, maka semua tubuh merasakan sakit dan demam, hingga tidak bisa tidur”. Kita melihat sedikit sekali perhatian dunia Islam pada saudara-saudara kita di Gaza. Padahal, sumbangan ini walaupun kecil—katakanlah walau hanya satu dolar—akan sangat berarti manakala seluruh ummat Islam di dunia serempak melakukannya, agar saudara-saudara kita di Gaza pulih dari penderitaan dan kehancurannya. Solidaritas kita akan mengalirkan semangat pada rakyat Palestina di Gaza, hingga mereka akan bangkit dan terus berjuang. Bahkan seorang Michael Heart pun terinspirasi menggubah sebuah lagu ”Sontg for Gaza”, unutk melawan kezaliman ini, diantara bait syairnya berbunyi: “We will not go down in the night without a fight, you can burn up our mosques and our homes and our schools, but our spirit will never die. We will not go down in Gaza tonight.” Memang kita sendiri—bangsa Indonesia—yang hampir 90% penduduknya adalah muslim. Peran dan kontribusi kita, sangat diharapkan oleh Negara-negara Islam lainnya, namun masih sangat sedikit memberi perhatian kepada rakyat Palestina. Berbagai demonstrasi solidaritas yang dilakukan, memprotes kebrutalan Israel, masih harus menerima cibiran dan kecurigaan dari beberapa kalangan. Dan saudaraku, betapa aku jadi malu sendiri, ternyata masih amat sedikit yang dapat kulakukan. Dan aku lebih tidak peduli lagi, ketika disebut sebagai tersangka, sebab membela saudara kami dari kejahatan kemanusiaan. Wallahua’lam bishawwab.


Mengapa PKS Terus Difitnah?


Kabid. Bina Mitra Poltabes Jambi (Ibu Aswini) secara tegas membantah pernyataan sebagaimana yang dilansir oleh SCTV. Bantahan serupa juga disampaikan oleh Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Keduanya menyatakan: tidak ada tindakan mesum – apalagi hubungan intim – antara tertuduh Zulhamli dengan petugas perempuan di Panti pijat tradisional “Sehat Bersih”.


PK-Sejahtera Online: Menjelang Pemilu 2009, dinamika politik semakin memanas. Upaya penyebaran isu, wacana negatif, dan fitnah terus bergulir. PKS yang selama ini dikenal sebagai partai da’wah yang konsisten dengan jargon “Bersih, Peduli, Profesional” terus digoyang citranya, tidak hanya terjadi di tingkat lokal tetapi sampai berdampak secara nasional.

Setelah kader PKS M. Rifa’i Lubis difitnah melakukan pencabulan kepada anak di bawah umur, kini Zulhamli Al Hamidi (anggota DPRD Kota Jambi) kembali menjadi objek fitnah.

Pemberitaan di beberapa media terkesan tidak berimbang, tidak mengacu pada fakta-fakta di lapangan. Dalam berita Liputan 6 Siang SCTV pada hari Rabu, 4 Februari 2009 pukul 12.00– yang ditonton oleh jutaan masyarakat Indonesia – penyiar televisi itu menyebut bahwa: menurut Polisi, saat ditangkap oleh Satpol PP Zulhamli sedang berhubungan intim dengan pemijat di panti pijat tersebut.

Dampak dari berita ini tentu sangat luas. Reaksi negatif muncul dari masyarakat luas terhadap PKS. Seluruh kader PKS se-Indonesia jelas amat terkejut mendengar berita di SCTV tersebut. Bahkan banyak kader PKS yang sedang merantau di luar negeri di berbagai benua, ikut mempertanyakan masalah ini. Padahal apa yang diberitakan oleh SCTV sungguh suatu fitnah yang nyata!

Dalam pertemuan yang digelar di Poltabes Jambi (Kamis/4 Februari 2009 pukul 14:00 WIB), Kabid. Bina Mitra Poltabes Jambi (Ibu Aswini) secara tegas membantah pernyataan sebagaimana yang dilansir oleh SCTV. Bantahan serupa juga disampaikan oleh Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Keduanya menyatakan: tidak ada tindakan mesum – apalagi hubungan intim – antara tertuduh Zulhamli dengan petugas perempuan di Panti pijat tradisional “Sehat Bersih”.

Apalagi jika persoalan ini dilihat dari sudut pandang kaidah hukum positif sebagaimana yang berlaku di Indonesia, sama sekali tidak ada aspek hukum yang dilanggar oleh Zulhamli. Selain tempat pijat tersebut memiliki izin operasional resmi dari Pemerintah Kota Jambi, petugas yang ditemui saat razia berlangsung adalah petugas perempuan resmi dan berseragam lengkap.

PKS mempertanyakan mengapa substansi pemberitaan menjadi liar dan tidak mengacu pada fakta-fakta di lapangan? Mengapa PKS terus difitnah? Kami melihat ada upaya dan i’tikad tidak baik untuk menyudutkan, menyerang dan merusak citra PKS secara bottom-up dan sistematis.

PKS sangat mengedepankan sistem dan mekanisme partai dalam menangani persoalan yang menimpa para kadernya. Di dalam struktur PKS, ada lembaga Dewan Syari’ah sebagai yang paling berhak menilai perilaku kader baik secara pribadi maupun di ranah publik (mengingat ada lebih dari 1000 kader PKS yang bekerja sebagai pejabat publik di Legislatif, Yudikatif, maupun Eksekutif).

Meskipun secara hukum tidak ada pelanggaran, namun secara etika kepartaian, seluruh kader PKS jelas tidak diperkenankan mengunjungi panti pijat karena konotasi tempat tersebut cenderung negatif di mata masyarakat.

Merasa dirugikan, PKS juga akan menuntut secara hukum pemberitaan di SCTV yang tidak didasari oleh fakta yang kuat, akurat, dan berimbang. PKS merasa diperlakukan tidak adil oleh media karena kesimpangsiuran ini menggerogoti kerja-kerja positif PKS selama ini di tengah masyarakat.

DPD Partai Keadilan Sejahtera

Kota Jambi

Safrudin Dwi Apriyanto, S.Pd

Ketua Umum

Kamis, 05 Februari 2009

DEMI PALESTINE SULTAN HIDUP MERANA


“Anakku, ayah melihat orang-orang di sini sudah mulai memuji paras cantikmu. Maka mulai hari ini ayah ingin kamu sudah mengenakan hijab dengan sempurna, karena kamu sudah menjadi wanita dewasa sekarang.” Untaian kata penuh kasih sayang itu dituturkan dengan suara lembut oleh Sultan Abdul Hamid II kepada anaknya Aishah saat mereka tengah melintas di depan Masjid Hamidiye Yildiz yang terletak tidak jauh dari pintu masuk istananya.
Di depan masjid ini, terlalu banyak kisah yang memilukan hati menimpa diri dan keluarga Sultan. Percobaan pembunuhan dengan meletakkan bom di dalam kereta kuda Sultan. Pengeboman itu terjadi berselang beberapa saat usai shalat Jumat. Allah masih menghendaki Sultan Abdul Hamid tetap bertakhta memimpin umat. Upaya menghabisi nyawa orang nomor satu di dunia Islam itu kandas.
Di depan istana ini, Sultan sering melaksanakan shalat dan keluar menyapa rakyat yang selalu dekat di hatinya.
Di situ juga, Sultan sesekali menunggang kuda ditemani anaknya Aishah, sambil menitahkan arti penting menegakkan syariah bagi muslimah. Sejak saat itu anaknya mutahajibah (berhijab) sempurna, ini menandakan putrinya Aishah Osmanuglu telah memasuki usia aqil baligh.
Istana Yildiz yang terbuat dari kayu ini adalah tempat tinggal pilihan Sultan Abdul Hamid II, setelah beliau meninggalkan segala bentuk kemewahan kaum keluarganya yang sebelum ini di Istana Dolmabahce.
Sultan Abdul Hamid II, lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Sultan adalah putra Abdul Majid dari istri kedua beliau. Ibunya meninggal saat Abdul Hamid berusia 7 tahun. Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair.
Sebelumnya kekhalifahan dipimpim pamannya yaitu Abdul Aziz yang berkuasa cukup lama. Sultan Abdul Aziz digulingkan kemudian dibunuh oleh musuh politik Khilafah Utsmaniyyah. Khalifah setelah Abdul Aziz adalah Sultan Murad V, putra Abdul Aziz. Namun kekuasaannya tidak berlangsung lama dan digulingkan setelah 93 hari berkuasa karena dianggap tidak becus menjadi khalifah.
Sultan Abdul Aziz mewariskan negara dalam kondisi yang carut marut. Tunggakkan hutang luar negeri, parlemen yang mandul, campur tangan asing di dalam negeri, tarik menarik antar berbagai kepentingan Dewan Negara dan Dewan Menteri serta birokrat-birokrat yang korup.
Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibai’at sebagai Khalifah. Saat itu usianya 34 tahun. Dia menyadari bahwa pembunuhan pamannya serta perubahan-perubahan kekuasaan yang terjadi saat itu merupakan konspirasi global melawan Khilafah Islamiyah. Namun Sultan Abdul Hamid II dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan baik, sering berbicara dengan berbagai lapisan masyarakat, baik birokrat, intelektual, rakyat jelata maupun dari kelompok-kelompok yang kurang disukainya (lihat Shaw, 1977:212).
Kebijaksanaannya untuk mengayomi seluruh kaum Muslimin membuat ia populer. Namanya sering disebut dalam doa-doa di setiap shalat jumat diseantero bumi. Penggalangan kekuatan kaum Muslimin dan kesetiaan mereka terhadap Sultan Abdul Hamid II ini berhasil mengurangi tekanan Eropa terhadap Utsmaniyyah.
Abdul Hamid mengemban amanah dengan memimpin sebuah negara adidaya yang luasnya membentang dari timur dan barat. Di tengah situasi negara yang genting dan kritis. Beliau menghabiskan 30 tahun kekuasaan sebagai Khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, fitnah dari dalam negeri sementara dari luar negeri ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi dan tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi.
Termasuk upaya-upaya sistematis yang dilakukan kaum Yahudi untuk mendapatkan tempat tinggal permanen di tanah Palestina yang masih menjadi bagian dari wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah. Berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding khilafah Utsmaniyyah, agar mereka dapat memasuki Palestina.
Pertama, pada tahun 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada sultan Abdul Hamid, untuk mendapatkan ijin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab sultan dengan ucapan “Pemerintan Ustmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diijinkan menetap di Palestina”, mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.
Kedua, Theodor Hertzl, penulis Der Judenstaat (Negara Yahudi), founder negara Israel sekarang, pada tahun 1896 memberanikan diri menemuai Sultan Abdul Hamid sambil meminta ijin mendirikan gedung di al Quds. Permohonan itu dijawab sultan “Sesungguhnya imperium Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.
Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Ustmaniyyah.
Karena gencarnya aktivitas Yahudi Zionis akhirnya Sultan pada tahun 1900 mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal disana lebih dari tiga bulan, paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.
Pada tahun 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid untuk melakukan risywah (Menyogok). Diantara risywah yang disodorkan Hertzl kepada Sultan adalah :
1. 150 juta poundsterling Inggris khusus untuk Sultan.
2. Membayar semua hutang pemerintah Ustmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling Inggris.
3. Membangun kapal induk untuk pemerintah, dengan biaya 120 juta Frank
4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga.
5. Membangun Universitas Ustmaniyyah di Palestina.
Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, “Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”
Sejak saat itu kaum Yahudi dengan Zionisme melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.
“Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya.
Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah—di bawah tekanan dari Turki Muda—yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Sheikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain. Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui track record perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.
Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.
“Bukankah jam-jam seperti ini adalah waktu dimana aku harus menunaikan kewajibanku terhadap keluarga. Tidak bisakah kalian bicarakan masalah ini besok pagi?” Sultan Abdul Hamid tidak leluasa menerima kedatangan mereka yang kelihatannya begitu tiba-tiba dan mendesak. Tidak ada simpati di raut wajah mereka.
“Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu persatu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.
“Negara telah memecatku, itu tidak masalah,…. tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.
Sultan Abdul Hamid memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Theodor Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina. Mereka menawarkan pembelian ladang milik Sultan Abdul Hamid di Sancak Palestina sebagai tempat pemukiman Yahudi di Tanah Suci itu. Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, termasuk alternatif mereka yang mau menyewa tanah itu selama 99 tahun.
Pendirian tegas Sultan Abdul Hamid untuk tidak mengizinkan Yahudi bermukim di Palestina, telah menyebabkan Yahudi sedunia mengamuk. Harganya terlalu mahal. Sultan Abdul Hamid kehilangan takhta, dan Khilafah disembelih agar tamat riwayatnya.
Jelas terlihat bahwa saat tersebut adalah saat pembalasan paling dinanti oleh Yahudi, dimana Abdul Hamid II yang telah menolak menjual Palestina pada mereka, telah mereka tunjukkan di depan muka Abdul Hamid II sendiri bahwa mereka turut ambil bagian dalam penggulingannya dari kekuasaan. Mendung menggelayuti wajah Abdul Hamid II dan wajah Khilafah Islamiyah.
“Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu, siapakah sebenarnya yang memilih mereka ini untuk menyampaikan berita penggulinganku malam itu.” Sultan Abdul Hamid meluapkan derita hatinya di dalam catatan hariannya.
Rencana menggulingkan Sultan sebenarnya sudah disiapkan lama sebelum malam itu. Beberapa Jumat belakangan ini, nama Sultan sudah tidak disebut lagi di dalam khutbah-khutbah.
“Walaupun Anda dipecat, kelangsungan hidup Anda berada dalam jaminan kami.” Esat Pasha menyambung pembicaraan.
Sultan Abdul Hamid memandang wajah puteranya Abdul Rahim, serta puterinya yang terpaksa menyaksikan pengkhianatan terhadap dirinya. Malang sungguh anak-anak ini terpaksa menyaksikan kejadian yang memilukan malam itu.
“Bawa adik-adikmu ke dalam.” Sultan Abdul Hamid menyuruhh Amir Abdul Rahim membawa adik-adiknya ke dalam kamar.
“Aku tidak membantah keputusanmu. Cuma satu hal yang kuharapkan. Izinkanlah aku bersama keluargaku tinggal di istana Caragan. Anak-anakku banyak. Mereka masih kecil dan aku sebagai ayah perlu menyekolahkan mereka.” Sultan Abdul Hamid meminta pertimbangan. Sultan sadar akan tidak ada gunanya membantah keputusan yang dibawa rombongan itu. Itulah kerisauan terakhir Sultan Abdul Hamid. Membayangkan masa depan anak-anaknya yang banyak. Sembilan laki-laki dan tujuh perempuan.
Permintaan Sultan Abdul Hamid ditolak mentah-mentah oleh keempat orang itu. Malam itu juga, Sultan bersama para anggota keluarganya dengan hanya mengenakan pakaian yang menempel di badan diangkut di tengah gelap gulita menuju ke Stasiun kereta api Sirkeci. Mereka digusur pergi meninggalkan bumi Khilafah, ke istana kumuh milik Yahudi di Salonika, tempat pengasingan negara sebelum seluruh khalifah dimusnahkan di tangan musuh Allah.
Khalifah terakhir umat Islam, dan keluarganya itu dibuang ke Salonika, Yunani. Angin lesu bertiup bersama gerimis salju di malam itu. Pohon-pohon yang tinggal rangka, seakan turut sedih mengiringi tragedi memilukan itu.
Di Eminonu, terlihat Galata di seberang teluk sedih. Bukit itu pernah menyaksikan kegemilangan Sultan Muhammad al-Fatih dan tentaranya yang telah menarik 70 kapal menyeberangi bukit itu dalam tempo satu malam. Mereka menerobos teluk Bosphorus yang telah dirantai pintu masuknya oleh Kaisar Constantinople. Sejarah itu sejarah gemilang. Tak akan pernah hilang.
Terhadap peristiwa pemecatannya, Sultan Abdul Hamid II mengungkap kegundahan hatinya yang dituangkan dalam surat kepada salah seorang gurunya Syekh Mahmud Abu Shamad yang berbunyi:
“…Saya meninggalkan kekhalifahan bukan karena suatu sebab tertentu, melainkan karena tipu daya dengan berbagai tekanan dan ancaman dari para tokoh Organisasi Persatuan yang dikenal dengan sebutan Cun Turk (Jeune Turk), sehingga dengan berat hati dan terpaksa saya meninggalkan kekhalifahan itu. Sebelumnya, organisasi ini telah mendesak saya berulang-ulang agar menyetujui dibentuknya sebuah negara nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Saya tetap tidak menyetujui permohonan beruntun dan bertubi-tubi yang memalukan ini. Akhirnya mereka menjanjikan uang sebesar 150 juta pounsterling emas.
Saya tetap dengan tegas menolak tawaran itu. Saya menjawab dengan mengatakan, “Seandainya kalian membayar dengan seluruh isi bumi ini, aku tidak akan menerima tawaran itu. Tiga puluh tahun lebih aku hidup mengabdi kepada kaum Muslimin dan kepada Islam itu sendiri. Aku tidak akan mencoreng lembaran sejarah Islam yang telah dirintis oleh nenek moyangku, para Sultan dan Khalifah Uthmaniah. Sekali lagi aku tidak akan menerima tawaran kalian.”
Setelah mendengar dan mengetahui sikap dari jawaban saya itu, mereka dengan kekuatan gerakan rahasianya memaksa saya menanggalkan kekhalifahan, dan mengancam akan mengasingkan saya di Salonika. Maka terpaksa saya menerima keputusan itu daripada menyetujui permintaan mereka.
Saya banyak bersyukur kepada Allah, karena saya menolak untuk mencoreng Daulah Uthmaniah, dan dunia Islam pada umumnya dengan noda abadi yang diakibatkan oleh berdirinya negeri Yahudi di tanah Palestina. Biarlah semua berlalu. Saya tidak bosan-bosan mengulang rasa syukur kepada Allah Ta’ala, yang telah menyelamatkan kita dari aib besar itu.
Saya rasa cukup di sini apa yang perlu saya sampaikan dan sudilah Anda dan segenap ikhwan menerima salam hormat saya. Guruku yang mulia. mungkin sudah terlalu banyak yang saya sampaikan. Harapan saya, semoga Anda beserta jama’ah yang anda bina bisa memaklumi semua itu.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
22 September 1909
ttd
Pelayan Kaum Muslimin(Abdul Hamid bin Abdul Majid)
Deru langkah tentara kedengaran melangkah menuju istana. Meriam ditembakkan sebagai tanda Sultan Mehmed V dinobatkan menjadi penguasa Utsmaniyyah. Resmilah malam itu Sultan Mehmed V menjadi Khalifah ke 99 umat Islam terhitung sejak Abu Bakr al-Siddiq ra. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Hanya boneka pengumpan yang hanya akan mempercepat pemberontakan untuk pembubaran Khilafah Utsmaniyyah.
“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku merasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung besar yang selama ini mengendap di dadaku, ketika diangkat terasa lega!” keluh Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.
“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua.” Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.
Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.
“Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini.” Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.
Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.
Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk.
Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
“Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya.” Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.
Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara.
Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.
“Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal,” dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah… tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu. Wa…Islama!!!

Fiqh Thaharah


Pada dasarnya, thaharah (bersuci) tidak terlepas dari air yang digunakan untuk bersuci dan kotoran (dalam hal ini najis) yang ingin dibersihkan. Oleh karena itu, artikel ini memaparkan secara sederhana mengenai hukum air, macam-macam najis, bagaimana cara membersihkan najis, dan bagaimana adab-adab buang hajat. Semoga bermanfaat.
Hukum AirEmpat macam air itu adalah:
Air Muthlaq, seperti air hujan, air sungai, air laut; hukumnya suci dan mensucikan
Air Musta’mal, yaitu air yang lepas dari anggota tubuh orng yang sedang berwudhu atau mandi, dan tidak mengenai benda najis; hukumnya suci seperti yang disepakati para ulama, dan tidak mensucikan menurut jumhurul ulama
Air yang bercampur benda suci, seperti sabun dan cuka, selama percampuran itu sedikit tidak mengubah nama air, maka hukumnya masih suci mensucikan, menurut Madzhab Hanafi, dan tidak mensucikan menurut Imam Syafi’i dan Malik.
Air yang terkena najis, jika mengubah rasa, warna, atau aromanya, maka hukumnya najis tidak boleh dipakai bersuci, menurut ijma’. Sedang jika tidak mengubah salah satu sifatnya, maka mensucikan, menurut Imam Malik, baik air itu banyak atau sedikit; tidak mensuciakn menurut Madzhab Hanafi; mensucikan menurut Madzhab Syafi’i jika telah mencapai dua kulah, yang diperkirakan sebanyak volume tempat yang berukuran 60 cm3.
Su’r (sisa) yaitu air yang tersisa di tempat minum setelah diminum:
Sisa anak Adam (manusia) hukumnya suci, meskipun ia seorang kafir, junub, atau haidh.
Sisa kucing dan hewan yang halal dagingnya, hukumnya suci.
Sisa keledai dan binatang buas, juga burung, hukumnya suci menurut madzhab Hanafi.
Sedangkan sisa anjing dan babi, hukumnya najis menurut seluruh ulama
Najis dan Cara Membersihkannya
A. Najis
Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan oleh setiap muslim, dengan mencuci benda yang terkena.
Macam najis:
Air kencing, tinja manusia, dan hewan yang tidak halal dagingnya, telah disepakati para ulama. Sedangkan kotoran hewan yang halal dimakan dagingnya, hukumnya najis menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i; dan suci menurut madzhab Maliki dan Hanbali.
Madzyi, yaitu air putih lengket yang keluar ketika seseorang sedang berpikir tentang seks dan sejenisnya.
Wadi, yaitu air putih yang keluar setelah buang air kecil.
Darah yang mengalir. Sedangkan yang sedikit di-ma’fu. Menurut madzhab Syafi’i darah nyamuk, kutu, dan sejenisnya dima’fu jika secara umum dianggap sedikit.
Anjing dan babi
Muntahan.
Bangkai, kecuali mayat manusia, ikan dan belalang, dan hewan yang tidak berdarah mengalir.
B. Menghilangkan najis
Jika ada najis yang mengenai badan, pakaian manusia, atau lainnya, maka wajib dibersihkan. Jika tidak terlihat, maka wajib dibersihkan tempatnya sehingga dugaan kuat najis telah dibersihkan. Sedangkan pembersihan bejana yang pernah dijilat anjing, wajib dibasuh dengan tujuh kali dan salah satunya dengan debu.
Sedangkan sentuhan anjing dengan fisik manusia, tidak membutuhkan pembersihan melebihi cara pembersihan yang biasa . Sedang najis sedikit yang tidak memungkinkan dihindari, hukumnya dimaafkan. Demikianlah hukum sedikit darah dan muntahan. Diringankan pula hukum air kencing bayi yang belum makan makanan, hanya cukup dengan diperciki air.
C. Adab Buang Hajat
Jika seorang muslim hendak buang hajat, maka harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
Tidak membawa apapun yang ada nama Allah, kecuali jika takut hilang.
Membaca basmalah, isti’adzah ketika masuk, dan tidak berbicara ketika ada di dalamnya.
Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya. Hal ini harus menjadi perhatian setiap muslim jika membangun kamar mandi.
Jika sedang berada di perjalanan, tidak boleh melakukannya di jalan, atau di bawah teduhan. Harus menjauhi liang hewan.
Tidak kencing berdiri, kecuali jika aman dari percikan (seperti kencing di tempat kencing yang tinggi; urinoir)
Wajib membersihkan najis yang ada di organ pembuangan dengan air atau dengan benda keras lainnya, tidak dengan tangan kanan. Membersihkan tangan dengan air dan sabun jika ada.
Mendahulukan kaki kiri ketika masuk dengan membaca:اللهمّ إني أعوذ بك من الخبث والخبائث وأعوذ بك ربي أن يحضرون “, dan keluar dengan kaki kanan sambil membaca: غفرانك

CARA BERWUDHU


Wudhu adalah bersuci dengan air yang dilakukan dengan cara khusus. Kewajiban berwudhu ditetapkan dengan firman Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih). Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Ma’idah: 6)
Sedangkan dari hadits kita dapati sabda Nabi saw. yang berbunyi, “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di antaramu jika berhadats sehingga berwudhu.” (As Syaikhani)
Abu Hurairah r.a. telah merilis tentang keutamaan wudhu. Bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah aku tunjukkan kepadamu tentang amal yang menghapus kesalahan dan meninggikan kedudukan?” Mereka menjawab, “Mau, ya Rasulullah.” Nabi saw. bersabda, “Menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath.” (Malik, Muslim, At Tirmidzi, dan An-Nasa’i)
Ribath adalah keterikatan diri di jalan Allah. Artinya, membiasakan wudhu dengan menyempurnakannya dan beribadah menyamai jihad fi sabilillah.
Furudhul Wudhu
Membasuh muka, para ulama membatasinya mulai dari batas tumbuh rambut sampai bawah dagu, dari telinga ke telinga
Membasuh kedua tangan sampai ke siku; yaitu pergelangan lengan
Mengusap kepala keseluruhannya menurut Imam Malik dan Ahmad, sebagiannya menurut Imam Abu Hanifah dan Asy Syafi’iy
Membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki, sesuai dengan sabda Nabi kepada orang yang hanya mengusap kakinya: “Celaka, bagi kaki yang tidak dibasuh, ia diancam neraka”. Muttafaq alaih
Itulah empat rukun yang tercantum secara tekstual dalam ayat wudhu di Al-Ma’idah ayat 6. Tapi, masih ada 2 tambah, yaitu:
Niat. Ini menurut Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad sesuai dengan sabda Nabi saw., “Sesungguhnya semua amal itu tergantung niat.” (Muttafaq alaih). Urgensi niat adalah untuk membedakan antara ibadah dari kebiasaan. Namun, tidak disyaratkan melafalkan niat karena niat itu berada di dalam hati.
Tertib. Maksudnya, berurutan. Dimulai dari membasuh muka, tangan, mengusap kepala, lalu memabasuh kaki. Menurut Abu Hanifah dan Malikiyah, melakukan wudhu dengan tertib hukumnya sunnah.
Sunnah Wudhu
Membaca Basmalah. Ini adalah sunnah yang harus diucapkan saat memulai semua pekerjaan. Rasulullah saw. bersabda, “Berwudhulah dengan menyebut nama Allah.” (Al-Baihaqi)
Bersiwak. Ini sesuai dengan sabda Nabi saw., “Jika tidak akan memberatkan umatku, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu.” (Malik, Asy Syaf’iy, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Disunnahkan pula bersiwak bagi orang yang berpuasa, seperti dalam hadits Amir bin Rabi’ah r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. tidak terhitung jumlahnya bersiwak dalam keadaan berpuasa.” (Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi). Menurut Imam Syafi’i, bersiwak setelah bergeser matahari bagi orang yang berpuasa, hukumnya makruh.
Membasuh dua telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu, sesuai hadits Aus bin Aus Ats-Tsaqafiy r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. berwudhu dan membasuh kedua tangannya tiga kali.” (Ahmad dan An Nasa’i)
Berkumur, menghisap [1] air ke hidung dan menyemburkannya keluar. Terdapat banyak hadits tentang hal ini. Sunnahnya dilakukan secara berurutan, tiga kali, menggunakan air baru, menghisap air ke hidung dengan tangan kanan dan menyemburkannya dengan tangan kiri, menekan dalam menghisap kecuali dalam keadaan puasa.
Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkannya dari Utsman dan Ibnu Abbas r.a.
Mengulang tiga kali basuhan. Banyak sekali hadits yang menerangkannya
Memulai dari sisi kanan sebelum yang kiri, seperti dalam hadits Aisyah r.a., “Rasulullah saw. sangat menyukai memulai dari yang kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci, dan semua aktivitasnya.” (Muttafaq alaih)
Menggosok, yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau sesudahnya. Sedang bersambung artinya terus menerus pembasuhan anggota badan itu tanpa terputus oleh aktivitas lain di luar wudhu. Hal ini diterangkan dalam banyak hadits. Menggosok menurut madzhab Maliki termasuk dalam rukun wudhu, sedang terus menerus termasuk dalam rukun wudhu menurut madzhab Maliki dan Hanbali.
Mengusap dua telinga, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan At-Thahawiy dari Ibnu Abbas dan Al-Miqdam bin Ma’ di Kariba
Membasuh bagian depan kepala, dan memperpanjang basuhan di atas siku dan mata kaki. Seperti dalam hadits Nabi saw., “Sesungguhnya umatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan putih berseri dari basuhan wudhu.”
Berdoa setelah wudhu, seperti dalam hadits Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun di antara kalian yang berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian berdo’a: أَشهَدُ أَنْ لَا إله إلّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ له، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوله Aku Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Pasti akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan itu, dan dipersilahkan masuk dari mana saja.” (Muslim)
Sedangkan doa ketika berwudhu, tidak pernah ada riwayat yang menerangkan sedikitpun.
Shalat sunnah wudhu dua rakaat, seperti dalam hadits Uqbah bin Amir r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dengan menghadap wajah dan hatinya, maka wajib baginya surga.” (Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Cara Berwudhu
Dari Humran mantan budak Utsman bin Affan r.a. bahwa Utsman minta diambilkan air wudhu, kemudian ia basuh kedua tangannya tiga kali, kemudian berkumur, menghisap air ke hidung, menyemburkannya, lalu membasuh mukanya tiga kali, membasuh tangan kanannya samapai ke siku tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya sampai ke mata kaki tiga kali, dan yang kiri seperti itu. Kemudian Utsman berkata, “Saya melihat Rasulullah saw. berwudhu seperti wudhuku ini dan Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat, maka akan diampuni dosanya.’” (Muttafaq alaih)
Yang Membatalkan Wudhu
Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin, madzi, atau wadi), kecuali mani yang mengharuskannya mandi. Dalilnya adalah firman Allah swt. “… atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan….” (Al-Ma’idah: 6) dan sabda Nabi saw., “Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu ketika berhadats sehingga ia berwudhu.” (Muttafaq alaih). Hadats adalah angin dubur baik bersuara atau tidak. Sedangkan madzi adalah karena sabda Nabi saw., “Wajibnya wudhu.” (Muttafaq alaih). Sedangkan wadiy adalah karena ungkapan Ibnu Abbas, “Basuhlah kemaluanmu, dan berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Al-Baihaqi dalam As-Sunan).
Tidur lelap yang tidak menyisakan daya ingat, seperti dalam hadits Shafwan bin ‘Assal r.a. berkata, “Rasulullah saw. pernah menyuruh kami jika dalam perjalanan untuk tidak melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam, sebab buang air kecil, air besar maupun tidur, kecuali karena junub.” (Ahmad, An Nasa’i, At-Tirmidzi dan menshahihkannya). Kata tidur disebutkan bersama dengan buang air kecil dan air besar yang telah diketahui sebagai pembatal wudhu. Sedang tidur dengan duduk tidak membatalkan wudhu jika tidak bergeser tempat duduknya. Hal ini tercantum dalam hadits Anas r.a. yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i, Muslim, dan Abu Daud, “Adalah para sahabat Rasulullah saw. pada masa Nabi menunggu shalat Isya’ sehingga kepala mereka tertunduk, kemudian mereka shalat tanpa berwudhu.”
Hilang akal baik karena gila, pingsan, mabuk atau obat. Karena hal ini menyerupai tidur dari sisi hilangnya kesadaran.
Tiga hal itu disepakati sebagai pembatal wudhu, tapi para ulama berbeda pendapat dalam beberapa hal berikut ini:
1. Menyentuh kemaluan tanpa sekat, membatalkan wudhu menurut Syafi’i dan Ahmad, seperti dalam hadits Busrah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (Al-Khamsah dan disahihkan oleh At-Tirmidziy dan Ibnu Hibban). Al-Bukhari berkata, “Inilah yang paling shahih dalam bab ini.” Telah diriwayatkan pula hadits yang mendukungnya dari tujuh belas orang sahabat.
2. Darah yang mengucur, membatalkan wudhu menurut Abu Hanifah, seperti dalam hadits Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah, maka berpaling dan berwudhulah.” (Ibnu Majjah dan didhaifkan oleh Ahmad, dan Al-Baihaqi). Dan menurut Asy-Syafi’i dan Malik bahwa keluarnya darah tidak membatalkan wudhu. Karena hadits yang menyebutkannya tidak kuat menurutnya, juga karena hadits Anas r.a., “Bahwa Rasulullah saw. dibekam dan shalat tanpa wudhu lagi.” Hadits ini meskipun tidak sampai pada tingkat shahih, tapi banyak didukung hadits lain yang cukup banyak. Al-Hasan berkata, “Kaum muslimin melaksanakan shalat dengan luka-luka mereka.” (Al-Bukhari)
3. Muntah yang banyak dan menjijikkan, seperti dalam hadits Ma’dan bin Abi Thalahah dari Abu Darda’, “Bahwa Rasulullah saw. muntah lalu berwudhu.” Ia berkata, kemudian aku berjumpa dengan Tsauban di Masjid Damaskus, aku tanyakan kepadanya tentang ini. Ia menjawab, “Betul, saya yang menuangkan air wudhunya.” (At-Tirmidzi dan mensahihkannya). Demikiamlah Madzhab Hanafi. Dan menurut Syafi’i dan Malik, muntah tidak membatalkan wudhu karena tidak ada hadits yang memerintahkannya. Hadits Ma’dan di atas dimaknai istihbab/sunnah.
4. Menyentuh lawan jenis atau bersalaman, membatalkan wudhu menurut Mazhab Syafi’i dengan dalil firman Allah swt. Al-Ma’idah ayat 6. Tidak membatalkan menurut Jumhurul Ulama karena banyaknya hadits yang menyatakan tidak membatalkannya. Diantaranya hadits Aisyah r.a., “Bahwa Rasulullah saw. mencium isterinya, kemudian shalat tanpa berwudhu.” (Ahmad dan Imam empat). Juga ucapan Aisyah r.a., “Saya tidur di hadapan Rasulullah dan kakiku ada di arah kiblatnya, jika ia hendak sujud ia memindahkan kakiku.” (Muttafaq alaih). Tidak ada bedanya dalam pembatalan ini, apakah wanita itu isteri atau bukan. Sedang jika menyentuh mahram, tidak membatalkan wudhu.
5. Tertawa terbahak ketika shalat yang ada rukuk dan sujudnya, membatalkan wudhu menurut Madzhab Hanafi karena ada hadits, “… kecuali karena tertawa terbahak-bahak, maka ulangilah wudhu dan shalat semuanya.” Sedang menurut jumhurul ulama, tertawa terbahak-bahak membatalkan shalat, tetapi tidak membatalkan wudhu karena hadits tersebut tidak kuat sebagai hadits yang membatalkan wudhu. Juga karena hadits Nabi saw., “Tertawa itu membatalkan shalat, dan tidak membatalkan wudhu.” Demikian Imam Bukhari mencatatnya sebagai hadits mauquf dari Jabir. Pembatalan wudhu karena tertawa membutuhkan dalil, dan tidak ditemukan dalil yang kuat.
6. Jika orang yang berwudhu ragu apakah sudah batal atau belum? Tidak membatalkan wudhu sehingga ia yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu. Karena hadits Nabi saw. menyatakan, “Jika salah seorang diantaramu merasakan sesuatu di perutnya, lalu dia ragu apakah sudah keluar sesuatu atau belum, maka janganlah keluar masjid sehingga ia mendengar suara atau mendapati baunya.” (Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi). Sedang jika ragu apakah sudah wudhu atau belum, ia wajib berwudhu sebelum shalat.
Kapan Wudhu Menjadi Wajib dan Kapan Sunnah
Wudhu menjadi wajib jika:
Untuk shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Meskipun shalat jenazah, karena firman Allah swt., “…jika kamu mau shalat, maka hendaklah kamu basuh.” (Al-Maidah: 6)
Thawaf di Ka’bah, karena hadits Nabi saw., “Thawaf adalah shalat.” (At-Tirmidziy dan Al-Hakim)
Menyentuh mushaf, karena hadits Nabi saw., “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (An-Nasa’i dan Ad-Daruquthni). Demikianlah pendapat jumhurul ulama. Ibnu Abbas, Hammad, dan Zhahiriyah berpendapat bahwa menyentuh mushaf boleh dilakukan oleh orang yang belum berwudhu, jika telah bersih dari hadats besar. Sedangkan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, semua sepakat memperbolehkan.
Wudhu menjadi sunnah:
Ketika dzikrullah. Pernah ada seseorang yang memberi salam kepada Nabi saw. yang sedang berwudhu, dan Nabi tidak menjawab salam itu sehingga menyelesaikan wudhunya dan bersabda, “Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku menjawab salammu, kecuali karena aku tidak ingin menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.” (Al-Khamsah, kecuali At Tirmidzi).
Ketika hendak tidur, seperti hadits Nabi saw., “Jika kamu mau tidur hendaklah berwudhu sebagaimana wudhu shalat.” (Ahmad, Al-Bukhari dan At Tirmidzi)
Bagi orang junub yang hendak makan, minum, mengulangi hubungan seksual, atau tidur. Demikianlah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh Bukhari, Muslim dan muhadditsin lainnya.
Disunnahkan pula ketika memulai mandi, seperti yang disebutkan dalam hadits Aisyah r.a.
Disunnahkan pula memperbaharui wudhu setiap shalat, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan kebanyakan ulama hadits. []

SIFAT MALU KAUM WANITA


Malu adalah akhlak yang menghiasi perilaku manusia dengan cahaya dan keanggunan yang ada padanya. Inilah akhlak terpuji yang ada pada diri seorang lelaki dan fitrah yang mengkarakter pada diri setiap wanita. Sehingga, sangat tidak masuk akal jika ada wanita yang tidak ada rasa malu sedikitpun dalam dirinya. Rasa manis seorang wanita salah satunya adalah buah dari adanya sifat malu dalam dirinya.
Apa sih sifat malu itu? Imam Nawani dalam Riyadhush Shalihin menulis bahwa para ulama pernah berkata, “Hakikat dari malu adalah akhlak yang muncul dalam diri untuk meninggalkan keburukan, mencegah diri dari kelalaian dan penyimpangan terhadap hak orang lain.”
Abu Qasim Al-Junaid mendefinisikan dengan kalimat, “Sifat malu adalah melihat nikmat dan karunia sekaligus melihat kekurangan diri, yang akhirnya muncul dari keduanya suasana jiwa yang disebut dengan malu kepada Sang Pemberi Rezeki.”
Ada tiga jenis sifat malu, yaitu:
1. Malu yang bersifat fitrah. Misalnya, malu yang dialami saat melihat gambar seronok, atau wajah yang memerah karena malu mendengar ucapan jorok.
2. Malu yang bersumber dari iman. Misalnya, seorang muslim menghindari berbuat maksiat karena malu atas muraqabatullah (pantauan Allah).
3. Malu yang muncul dari dalam jiwa. Misalnya, perasaan yang menganggap tidak malu seperti telanjang di hadapan orang banyak.
Karena itu, beruntunglah orang yang punya rasa malu. Kata Ali bin Abi Thalib, “Orang yang menjadikan sifat malu sebagai pakaiannya, niscaya orang-orang tidak akan melihat aib dan cela pada dirinya.”
Bahkan, Rasulullah saw. menjadikan sifat malu sebagai bagian dari cabang iman. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Iman memiliki 70 atau 60 cabang. Paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Dan sifat malu adalah cabang dari keimanan.” (HR. Muslim dalam Kitab Iman, hadits nomor 51)
Dari hadits itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak akan ada sifat malu dalam diri seseorang yang tidak beriman. Akhlak yang mulia ini tidak akan kokoh tegak dalam jiwa orang yang tidak punya landasan iman yang kuat kepada Allah swt. Sebab, rasa malu adalah pancaran iman.
Tentang kesejajaran sifat malu dan iman dipertegas lagi oleh Rasulullah saw., “Malu dan iman keduanya sejajar bersama. Ketika salah satu dari keduanya diangkat, maka yang lain pun terangkat.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar. Menurut Hakim, hadits ini shahih dengan dua syarat-syarat Bukhari dan Muslim dalam Syu’ban Iman. As-Suyuthi dalam Al-Jami’ Ash-Shagir menilai hadits ini lemah.)
Karena itu, sifat malu tidak akan mendatangkan kemudharatan. Sifat ini membawa kebaikan bagi pemiliknya. “Al-hayaa-u laa ya’tii illa bi khairin, sifat malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan,” begitu kata Rasulullah saw. (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5652)
Dengan kata lain, seseorang yang kehilangan sifat malunya yang tersisa dalam dirinya hanyalah keburukan. Buruk dalam ucapan, buruk dalam perangai. Tidak bisa kita bayangkan jika dari mulut seorang muslimah meluncur kata-kata kotor lagi kasar. Bertingkah dengan penampilan seronok dan bermuka tebal. Tentu bagi dia surga jauh. Kata Nabi, “Malu adalah bagian dari iman, dan keimanan itu berada di surga. Ucapan jorok berasal dari akhlak yang buruk dan akhlak yang buruk tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi dalam Ktab Birr wash Shilah, hadits nomor 1932)
Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk menghiasi diri dengan sifat malu. Dari mana sebenarnya energi sifat malu bisa kita miliki? Sumber sifat malu adalah dari pengetahuan kita tentang keagungan Allah. Sifat malu akan muncul dalam diri kita jika kita menghayati betul bahwa Allah itu Maha Mengetahui, Allah itu Maha Melihat. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Penglihatan Allah. Segala lintasan pikiran, niat yang terbersit dalam hati kita, semua diketahui oleh Allah swt.
Jadi, sumber sifat malu adalah muraqabatullah. Sifat itu hadir setika kita merasa di bawah pantauan Allah swt. Dengan kata lain, ketika kita dalam kondisi ihsan, sifat malu ada dalam diri kita. Apa itu ihsan? “Engkau menyembah Allah seakan melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” begitu jawaban Rasulullah saw. atas pertanyaan Jibril tentang ihsan.
Itulah sifat malu yang sesungguhnya. Sebagaimana yang sampai kepada kita melalui Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Malulah kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya.” Kami berkata, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, kami sesungguhnya malu.” Beliau berkata, “Bukan itu yang aku maksud. Tetapi malu kepada Allah dengan malu yang sesungguhnya; yaitu menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, menjaga perut dari apa yang dikehendakinya. Ingatlah kematian dan ujian, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan alam akhirat, maka ia akan tinggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan hal itu, maka ia memiliki sifat malu yang sesungguhnya kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shifatul Qiyamah, hadits nomor 2382)
Ingat! Malu. Bukan pemalu. Pemalu (khajal) adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang berlebihan. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seorang muslimah untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seorang muslimah untuk belajar dan mencari ilmu. Contohlah Ummu Sulaim Al-Anshariyah.
Dari Zainab binti Abi Salamah, dari Ummu Salamah Ummu Mukminin berkata, “Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, menemui Rasulullah saw. seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran. Apakah seorang wanita harus mandi bila bermimpi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, bila ia melihat air (keluar dari kemaluannya karena mimpi).’” (HR. Bukhari dalam Kitab Ghusl, hadits nomor 273)
Saat ini banyak muslimah yang salah menempatkan rasa malu. Apalagi situasi pergaulan pria-wanita saat ini begitu ikhtilath (campur baur). Ketika ada lelaki yang menyentuh atau mengulurkan tangan mengajak salaman, seorang muslimah dengan ringan menyambutnya. Ketika kita tanya, mereka menjawab, “Saya malu menolaknya.” Bagaimana jika cara bersalamannya dengan bentuk cipika-cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri)? “Ya abis gimana lagi. Ntar dibilang gak gaul. Kan tengsin (malu)!”
Bahkan ketika dilecehkan oleh tangan-tangan jahil di kendaraan umum, tidak sedikit muslimah yang diam tak bersuara. Ketika kita tanya kenapa tidak berteriak atau menghardik lelaki jahil itu, jawabnya, sekali lagi, saya malu.
Jelas itu penempatan rasa malu yang salah. Tapi, anehnya tidak sedikit muslimah yang lupa akan rasa malu saat mengenakan rok mini. Betul kepala ditutupi oleh jilbab kecil, tapi busana ketat yang diapai menonjolkan lekak-lekut tubuh. Betul mereka berpakaian, tapi hakikatnya telanjang. Jika dulu underwear adalah busana sangat pribadi, kini menjadi bagian gaya yang setiap orang bisa lihat tanpa rona merah di pipi.
Begitulah jika urat malu sudah hilang. “Idza lam tastahyii fashna’ maa syi’ta, bila kamu tidak malu, lakukanlah apa saja yang kamu inginkan,” begitu kata Rasulullah saw. (HR. Bukhari dalam Kitab Ahaditsul Anbiya, hadits nomor 3225).
Ada tiga pemahaman atas sabda Rasulullah itu. Pertama, berupa ancaman. “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushhdilat: 40).
Kedua, perkataan Nabi itu memberitakan tentang kondisi orang yang tidak punya malu. Mereka bisa melakukan apa saja karena tidak punya standar moral. Tidak punya aturan.
Ketiga, hadits ini berisi perintah Rasulullah saw. kepada kita untuk bersikap wara’. Jadi, kita menangkap makna yang tersirat bahwa Rasulullah berkata, apa kamu tidak malu melakukannya? Kalau malu, menghindarlah!
Salman Al-Farisi punya pemahaman lain lagi tentang hadits itu. “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla apabila hendak membinasakan seorang hamba, maka Ia mencabut darinya rasa malu. Bila rasa malu telah dicabut, maka engkau tidak akan menemuinya kecuali sebagai orang yang murka dan dimurkai. Bila engkau tidak menemuinya kecuali sebagai orang yang murka dan dimurkai, maka dicabutlah pula darinya sifat amanah. Bila sifat amanah itu dicabut darinya, maka engkau tidak akan menjumpainya selain sebagai pengkhianat dan dikhianati. Bila engkau tak menemuinya selain pengkhianat dan dikhianati, maka rahmat Allah akan dicabut darinya. Bila rahmat itu dicabut darinya, maka engakau tidak akan menemukannya selain sosok pengutuk dan dikutuk. Bila engkau tidak menemukannya selain sebagai pengkutuk dan dikutuk, maka dicabutlah darinya ikatan Islam,” begitu kata Salman. (HR. Ibnu Majah dalam Kitab Fitan, hadits nomor 4044, sanadnya lemah, tapi shahih)
Wanita yang beriman adalah wanita yang memiliki sifat malu. Sifat malu tampak pada cara dia berbusana. Ia menggunakan busana takwa, yaitu busana yang menutupi auratnya. Para ulama sepakat bahwa aurat seorang wanita di hadapan pria adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan.
Ibnu Katsir berkata, “Pada zaman jahiliyah dahulu, sebagian kaum wanitanya berjalan di tengah kaum lelaki dengan belahan dada tanpa penutup. Dan mungkin saja mereka juga memperlihatkan leher, rambut, dan telinga mereka. Maka Allah memerintahkan wanita muslimah agar menutupi bagian-bagian tersebut.”
Menundukkan pandangan juga bagian dari rasa malu. Sebab, mata memiliki sejuta bahasa. Kerlingan, tatapan sendu, dan isyarat lainnya yang membuat berjuta rasa di dada seorang lelaki. Setiap wanita memiliki pandangan mata yang setajam anak panah dan setiap lelaki paham akan pesan yang dimaksud oleh pandangan itu. Karena itu, Allah swt. memerintahahkan kepada lelaki dan wanita untuk menundukkan sebagaian pandangan mereka.
Memang realitas kekinian tidak bisa kita pungkiri. Kaum wanita saat ini beraktivitas di sektor publik, baik sebagai profesional ataupun aktivis sosial-politik. Ada yang dengan alasan untuk melayani kepentingan sesama wanita yang fitri. Ada juga yang karena keterpaksaan. Tidak sedikit wanita harus bekerja karena ia adalah tulang punggung keluarganya. Sehingga, ikhtilath (bercampur baur dengan lelaki) tidak bisa terhindari.
Untuk yang satu ini, mari kita kutip pendapat Dr. Yusuf Qaradhawi, “Saya ingin mengatakan di sini bahwa kata ikhtilath dalam hal hubungan antara lelaki dan wanita adalah kata diadopsi ke dalam kamus Islam yang tidak dikenal oleh warisan budaya kita pada sejarah abad-abad sebelumnya, dan tidak diketahui selain pada masa ini. Mungkin saja ia berasal dari bahasa asing, hal itu memiliki isyarat yang tidak menenteramkan hati setiap muslim. Yang lebih cocok mungkin bisa menggunakan kata liqa’ atau muqabalah –keduanya berarti pertemuan—atau musyarakah (keterlibatan) seorang lelaki dan wanita, dan sebagainya. Yang jelas, Islam tidak mengeluarkan aturan atau hukum umum terkait dengan masalah ini. Namun hanya melihat tujuan adanya aktivitas tersebut atau maslahat yang mungkin terjadi dan bahaya yang dikhawatirkan, gambaran yang utuh dengannya, dan syarat-syarat yang harus diperhatikan di dalamnya.”
Ada adab yang harus ditegakkan kala terjadi muqabalah antara pria dan wanita. Adab-adab itu adalah:
Ada pembatasan tempat pertemuan
Menjaga pandangan dengan menundukkan sebagian pandangan
Tidak berjabat tangan dalam situasi apa pun dengan yang bukan muhrimnya
Hindari berdesak-desakan dan lakukan pembedaan tempat bagi lelaki dan wanita
Tidak berkhalwat (berduaan dengan lawan jenis)
Hindari tempat-tempat yang meragukan dan bisa menimbulkan fitnah
Hindari pertemuan yang lama dan sering, sebab bisa melemahkan sifat malu dan menggoyahkan keteguhan jiwa
Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa dan keinginan batin untuk melakukan yang haram, ataupun membayangkannya
Khusus bagi wanita, pakailah pakaian yang yang sesuai syariat, tidak memakai wewangian, batasi diri dalam berbicara dan menatap, serta jaga kewibawaan dan beraktivitas. Perhatikan gaya bicara. Jangan genit!
Dengan begitu jelaslah bahwa Islam tidak mengekang wanita. Wanita bisa terlibat dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berpolitik, dan berbagai aktivitas lainnya. Islam hanya memberi frame dengan adab dan etika. Sifat malu adalah salah satu frame yang harus dijaga oleh setiap wanita muslimah yang meyakini bahwa Allah swt. melihat setiap polah dan desiran hati yang tersimpan dalam dadanya. []

Bercermin Pada Soliditas Sahabat

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah: 214)
Ayat ini dan ayat-ayat yang senada dengannya dapat ditemukan pada tiga tempat dalam Al-Qur’an, yaitu surah Ali Imran: 142 yang berbunyi, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal Allah belum mengetahui orang-orang yang berjuang diantara kamu dan orang-orang yang bersabar”, dan surah Al-Ankabut: 2-3, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (Al-Ankabut: 2-3).
Secara historis, ayat-ayat di atas memang ditujukan kepada para mujahid generasi pertama dari umat ini, namun secara makna ayat ini lebih tepat untuk dijadikan bahan tarbiyah bagi mereka yang diserahkan amanah dakwah IlaLlah untuk memelihara soliditas dan keteguhan mereka, bahwa kemenangan itu dekat dan identik dengan perjuangan, cobaan dan ujian. Hanya mereka yang solid yang berhak meraih “kemenangan yang hakiki”. Seperti yang tersirat dari jawaban Allah atas pertanyaan dan keluhan Rasul dan para sahabatnya “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”.
Sayyid Quthb memahami ayat di atas, bahwa pertolongan Allah akan diberikan kepada mereka yang konsisten hingga akhir hayat, yang tetap mantap meskipun dalam penderitaan dan kesengsaraan, tetap teguh dan tegar ketika menghadapi goncangan, dan pada puncaknya mereka yakin bahwa tidak ada pertolongan melainkan pertolongan Allah. Pada level tertinggi ini, barulah mereka layak dan berhak mendapat surgaNya setelah ujian yang maksimal dan bersabar di atasnya. Bahkan secara khusus dalam salah satu ceramahnya memperingati peristiwa hijrah Rasulullah saw, Sayyid Quthb mengingatkan, bahwa orang yang berhak memperingati sejarah keagungan perjuangan dakwah Rasulullah bersama para sahabatnya adalah mereka yang telah mampu mengangkat jiwa mereka pada level tertinggi dari sikap zuhud terhadap harta, zuhud terhadap kedudukan serta zuhud dalam bentuk apapun dari kemungkinan bisa memalingkan konsistensinya dari jalan dakwah, karena ada yang lebih besar dari itu semua, yaitu surga Allah swt.
Padahal jika dicermati secara logika, sangatlah mudah bagi Rasulullah untuk memenangkan dakwah Islam dan menghancurkan para penentangnya dengan langsung memohon kepada Allah agar segera menghancurkan mereka, seperti yang pernah dimohon oleh Nabi Nuh dan Nabi Luth as, maka kaumnya diluluhlantahkan oleh Allah swt dan digantikan dengan kaum yang baru. Tetapi tidak dengan Rasulullah saw. Beliau malah memilih jalan yang sukar, jalan jihad dan jalan pengorbanan, karena jika kemenangan itu diraih dengan cara yang mudah, maka soliditas dan keteguhan para sahabatnya belum teruji. Beliau memilih jalan yang sukar dan penuh dengan ujian dan cobaan, semata-mata agar dijadikan teladan bagi umat setelahnya bahwa kemenangan itu harus dengan perjuangan, pengorbanan dan menempuh jalan yang sukar, karena kemenangan yang mudah diraih tidak akan kekal, begitu juga dengan dakwah yang “mudah” hanya akan diminati oleh orang-orang yang “lemah”. Sedangkan kemenangan yang hakiki dan dakwah yang sukar memang hanya bisa disertai oleh mereka yang kuat, teguh dan solid dengan keimanan mereka,
Secara korelatif menurut Imam Ar-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir bahwa ketika pada ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 213) Allah menjamin akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus dan kepada meraih surgaNya, maka kehendak Allah tersebut tidak akan berlaku melainkan setelah melalui beberapa ujian dan kesukaran, Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)…..”. sehingga keutamaan Allah yang terbesar hanya layak diberikan kepada mereka yang telah mengalami sunnatuLlah berupa ujian dan kesukaran dalam mengarungi dan mendakwahkan kebenaran ajaran Allah.
Berdasarkan sebab turunnya, ayat ini menurut Ibnu Abbas diturunkan untuk membersihkan hati para sahabat yang baru saja berhijrah ke Madinah dengan mengorbankan segala yang mereka miliki. Belum lagi mereka ternyata harus menerima perlakuan buruk dari orang-orang Yahudi Madinah yang sangat membenci Rasulullah saw. Riwayat lain dari Qatadah dan As-Suddi menyebutkan bahwa ayat ini turun terkait dengan perang Khandak ketika pasukan muslim harus menghadapi masa yang sukar dan penderitaan yang cukup berat, ditambah dengan pasukan dalam jumlah besar yang mengepung mereka dari segenap penjuru. Allah berfirman mengingatkan akan kesukaran suasana perang Ahzab, “(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap (lagi) penglihatanmu dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan sangat dahsyat”. (Al-Ahzab: 10-11) Riwayat yang ketiga menyebutkan bahwa ayat ini turun pada perang Uhud ketika Abdullah bin Ubay bin Salul berujar dengan nada provokasi kepada para sahabat Rasulullah saw, “Sampai kapan kalian akan terus membunuh diri kalian. Sekiranya Muhammad itu seorang nabi, niscaya Allah tidak akan menghendaki kalian menjadi tawanan musuh atau kalian terbunuh”.
Inilah jalan yang telah ditempuh oleh generasi awal umat ini dan yang harus ditempuh oleh umat Islam dalam setiap generasi. Inilah jalan keimanan, perjuangan,… ujian dan cobaan… jalan kesabaran dan istiqamah. Jalan ini akan diiringi dengan kemenangan dan kenikmatan (surga Allah swt). Maka tidaklah memadai bagi seorang mukmin dengan hanya berjuang. Melainkan ia harus siap dan bersabar menanggung beban dan tugas-tugas dakwah yang berkesinambungan. Terlebih lagi bersabar atas tribulasi harian dakwah yang tidak akan pernah berhenti; bersabar untuk senantiasa komitmen di atas landasan iman, bersabar di saat kebathilan berkuasa, bersabar atas panjangnya jalan dakwah dan banyaknya onak duri yang menghadang, bersabar atas keinginan untuk beristirahat dan berhenti sejenak dari aktifitas dakwah dan bersabar untuk meraih surga yang penuh dengan kepayahan dan jalan terjal yang mendaki. Semuanya untuk meraih keteguhan iman yang melayakkan diri berada dalam shaf para penghuni surgaNya kelak. Rasulullah mengingatkan akan kenyataan jalan menuju surga Allah swt, “Surga itu dipenuhi dengan sesuatu yang dibenci, sedangkan neraka itu diliputi dengan sesuatu yang menyenangkan”. (H. R. Muslim dan Tirmidzi)
Demikianlah sunnatuLlah dalam dakwah yang dipaparkan oleh ayat-ayatNya yang secara aplikatif berlaku dan terjadi dalam sejarah perjuangan dakwah Rasulullah dan para sahabatnya. Namun seringkali penyakit isti’jal mengikis sendi soliditas dan ketegaran dakwah kita, seperti yang pernah diingatkan oleh Rasulullah saw kepada sahabat Khabbab bin Al-Arat, “Namun kalian seringkali isti’jal (tergesa-gesa, tidak sabar). Padahal sebelum kalian ada yang harus menerima ujian yang sangat berat. Diantara mereka ada yang tegar meskipun digergaji dari ujung kepala hingga telapak kakinya. Diantara mereka juga ada yang tetap teguh saat harus disisir dengan sisir besi antara tulang dan dagingnya. Mereka tetap tidak bergeming dari agama Allah. Dan memang berdasarkan sunnatuLlah bahwa ujian terberat dan terbesar akan dihadapi oleh para Nabi, kemudian para orang-orang sholeh dan mereka yang bersikap seperti mereka. Seseorang akan diuji sesuai dengan komitmen agamanya. Jika besar keteguhannya dalam berpegang dengan ajaran agama ini, maka ia akan menerima ujian yang lebih”. (H.R. Al-Hakim)
“أشد الناس بلاء الأنبياء ثم الصالحون، ثم الأمثلفالأمثل، يبتلى الرجل على حسب دينه، فإن كان في دينه صلابة زيد في البلاء”
Saatnya kita menguji soliditas dan keteguhan kita dalam dakwah ini dengan barometer ujian dan cobaan yang menghadang kita. Kita seharusnya berbahagia bahwa peluang untuk meraih keutamaan Allah yang terbesar terbentang luas di depan mata kita, dengan tetap bersikap teguh, tsabat, komit dan tsiqah dengan kebenaran dakwah ini dan pertolongan Allah. Mudah-mudahan “kemenangan hakiki” memang layak dianugerahkan Allah untuk kita karena kita adalah orang-orang yang “kuat”. Amin. []

BARISAN DAKWAH HARUS SOLID


“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Dalam Al Qur’an ada satu surah namanya Ash Shaf artinya barisan yang kokoh. Dalam shalat berjamaah disyaratkan barisan shaf harus lurus. Karena ketidak lurusan shaf akan menyebabkan hati bercerai-berai. Dalam ayat di atas kita temukan kata shaffa yang artinya barisan pasukan umat Islam harus lurus dan kokoh, ka’annahum bunyaanun marshush (mereka seperti bangunan yang kuat, tidak tergoyahkan).
Amal Yang Paling Dicintai Allah
Imam Al Qurthuby meriwayatkan bahwa ayat di atas turun ketika para sahabat bertanya: law na’lam ayyul a’maali ahabbu ilallahhi la’amilnaahu (seandainya kami tahu amal yang paling Allah cintai niscaya kami akan melakukannya) lalu turunlah ayat di atas.
Benar ayat ini berkenaan dengan masalah barisan perang, tetapi pada dasarnya semua barisan sama. Baik itu barisan dalam shalat maupun barisan dalam dakwan apalagi dalam perang, itu harus solid. Karena itu Rasulullag saw. selalu mengingatkan sebelum shalat agar barisam shaf diluruskan. Bahkan Rasulullah saw. tidak pernah memulai shalatnya sampai semua barisan shaf benar-benar rapi. Perhatikan betapa makna soliditas barisan ini benar-benar sangat penting, sebagai cerminan ketaatan bagi orang-orang yang beriman.
Dari firman Allah di atas: innallaaha yuhibu nampak bahwa Allah benar-benar sangat mencitai barisan yang solid. Artinya sekalipun seseorang banyak melakukan ibadah ritual, seperti shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi jika dalam akhlaknya seahari-hari merusak persatuan umat Islam, itu semua tidak akan membuat Allah cinta kepadanya. Perhatikan Allah mengkaitkan cinta-Nya dengan soliditas barisan. Bahwa untuk meraih cinta Allah seorang hamba harus bersatu dengan saudaranya. Tidak boleh saling menjatuhkan, menjelekkan hanya karena perbedaan fikih atau jamaah, apalagi saling membunuh.
Karenanya kita menemukan contoh-contoh yang sangat mengagumkan dari tradisi para ulama, bahwa mereka sekalipun berbeda mazhab fikih, mereka saling menghormati di antara mereka.
Imam Ahmad mengatakan: “Aku tidak akan menjelekkan orang-orang yang mengatakan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu’ sekalipun itu sependapat dengan aku.”
Imam Syafi’ie tidak membaca qunut ketika menjadi imam di tengah masyarakat yang bermadzhab Hanafi. Ketika di tanya mengapa ia tidak membaca qunut, padahal baginya sunnah muakkadah dalam shalat subuh, Imam Sya’fii menjawab, “Aku menghormati pendapat Imam Abu Hanifah.”
Perhatikan, betapa para ulama benar-benar memahami bahwa perbedaan fikih tidak boleh menyebabkan lahirnya fanatisme buta, bahkan harus saling menghormati antar satu dengan lain. Ini antara berbagai madzhab, bahwa solidaritas keumatan itu harus ditegakkan, apalalagi dalam satu jama’ah atau organisasi dakwah yang jelas-jelas semuanya berbuat untuk menegakkan ajaran Allah swt.
Mengapa soliditas barisan ini termasuk amal yang paling dicintai Allah?
Pertama, bahwa dari soliditas akan lahir kekompakan.
Dari kekompakan akan lahir sinergi yang berkesinambungan. Bukankah kita hidup di alam ini karena sinergi yang utuh antar seluruh unsur yang Allah ciptakan di dalamnya. Dalam ilmu biologi itu di kenal dengan ekosistem. Perhatikan bahwa semua proses dalam hidup kita sehari-harti sangat membutuhkan soliditas. Dalam tubuh kita, kita temukan bahwa semua organ bekerjasama dengan solid, sehingga kita merasakan nikmatnya. Sungguh tidak terbayang apa yang akan kita rasakan jika masing-masing organ dalam tubuh kita bekerja sendiri-sendiri dan bercerai-berai. Berdasarkan ini nampak bahwa soliditas itu fitrah. Dan kita semua tidak akan pernah menghindarinya. Sekali menghindar kita pasti akan menderita, bahkan itu akan menyebabkan malapetaka bagi kemanusiaan. Karena itu menegakkan soliditas dalam usaha apa saja -apalagi dalam usaha dakwah- adalah suatu keniscayaan. Maka sungguh berdosa ketika seseorang mengaku beriman kepada Allah, sementara dalam menegakkan ajaran-Nya tidak solid, apalagi saling membunuh antar sesamanya.
Kedua, soliditas barisan adalah bagian dari iman.
Perhatikan ayat sebelumnya, Allah memanggil orang-orang yang beriman untuk berfirman: limaa taquuluuna maa laa taf’aluun artinya (wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan). Maksudnya mengapa kalian mengaku beriman jika kalian tidak mau bersatu dalam barisan yang kokoh. Ini menarik untuk kita tekankan. Sebab fenomena perpecahan di kalangan umat Islam kini di anggap biasa. Padahal menurut ayat di atas menegakkan persatuan yang solid adalah ciri utama keimanan. Dengan kata lain bahwa tidak ada artinya iman yang dimiliki seseorang jika kemudian saling bemusuhan sesama mu’min. Bahkan dalam surah Al Hujurat:10 Allah berfirman: innamal mu’minuuna ikhawatun, kata innama dalam pandangan ulama tafsir lilhashr maksudnya identifikasi. Artinya bahwa seorang yang beriman identik dengan persaudaraan. Maksudnya tidak pantas seseorang mengaku beriman jika kemudian tidak bersaudara antara satu dengan lainnya. Sama dengan ayat di atas, bahwa tidak pantas seseorang mengatakan bahwa dirinya beriman jika dalam prakteknya tidak bersatu dalam barisan yang kokoh.
Ketiga, bahwa tidak solid dalam barisan dakwah adalah perbuatan dosa.
Perhatikan Allah berfirman pada ayat sebelumnya: “Amat dibenci oleh Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”. Lalu Allah menegaskan bahwa sangat suka kepada orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dengan barisan yang solid. Artinya bahwa syarat untuk mendapatkan cinta Allah, bukan hanya semata berjuang di jalan-Nya, tetapi juga harus bersatu dalam satu barisan yang solid. Ini pemahaman yang banyak orang Islam salah pahami, sehingga mereka tidak mau bersatu dengan umat Islam lainnya. Padahal shalatnya masih sama, kiblatnya juga masih sama, Allah yang disembah pun juga masih sama. Akibatnya mereka mudah di adu domba. Tidak sedikit dari nyawa orang Islam yang melayang hanya karena perang saudara.
Bagai Satu Bangunan Yang Kokoh
Pada ayat berikutnya Allah berfirman: ka’annahum bunyaanun marshush (mereka seperti bangunan yang kokoh). Apa artinya:
Pertama, bahwa masing-masing bahan bangunan itu berkualitas baik.
Tidak mungkin bangunan itu tegak kokoh jika batu batanya rapuh atau kualitas pasir dan semennya tidak baik. Bagitu juga dalam dakwah, bahwa masing-masing individu harus mempunyai iman dan keikhlasan yang benar-benar berkualitas. Di sini peran tarbiyah dan pembinaan harus dioptimalkan.
Kedua, bahwa bahan-bahan bangunan itu bukan hanya baik secara individual melainkan harus bisa disinergikan dengan bahan-bahan lainnya.
Artinya bahwa kualitas masing-masing aktifis dakwah hendaknya bukan hanya baik secara individu, melainkan ia mampu bersinergi dengan orang lain. Itulah rahasia mengapa Allah mengumpamakan dengan bangunan. Bahwa seorang muslim tidak cukup hanya menjadi sholeh sendirian, melainkan ia harus bersinergi untuk membuat orang lain beramal shaleh. Dalam rangka ini sangat dibutuhkan soliditas barisan dakwah.
Ketiga, bahwa bangunan dikatakan kokoh bila bertahan lama, dan tidak mengalami kerapuhan di tengah musim apapun panas atau hujan.
Begitu juga barisan dakwah dikatakan solid bila ia tetap utuh, tidak terpengaruh dengan rayuan dan godaan apapun. Pun juga tetap istiqamah memegang prinsip sekalipun situasi dan kondisi memaksanya harus berubah. Ia tidak pernah bubar barisan sebelum ada komando bubar barisan. Itulah rahasia mengapa Allah swt. mengumpamakan dengan bangunan yang kokoh. Karena bangunan akan melindungi dan bisa memberikan rasa aman kepada penghuninya bila ia kokoh dan solid. Wallahu a’lam bishshawab

ISTIQOMAH DALAM KEHIDUPAN


Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Ali Imran :102-103
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, Kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Dan bersabarlah, Karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. Huud:112-115
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah……
Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, ia harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena ummat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu meimplementasikan dalam seluruh kisi-kisi kehidupannya. Dan orang yang mamupu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitment dan istiqomah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
Jama’ah Sholat Jum’at Yang Dimulyakan Allah….
Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qooma” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqomah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Secara terminology, istiqomah bisa diartikan dengan beberpa pengertian berikut ini;
- Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang istiqomah ia menjawab; bahwa istiqomah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)
- Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipuan musang”
- Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqomah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt”
- Ali bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqomah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”
- Al-Hasan berkata: “Istiqomah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan”
- Mujahid berkata: “Istiqomah adalah komotmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt”
- Ibnu Taimiah berkata: “Mereka beristiqomah dalam mencintai dan beribadah kepaadaNya tanpa menengok kiri kanan”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….
Jadi muslim yang beristiqomah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun, baik di bulan Rmadhan maupun di bulan lainnya. Ia bak batu karang yang tegar mengahadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degredasi dalam perjalanan hidupnya. Ia senantiasa sabar dalam memegang teguh tali keimanan. Dari hari ke hari semakin mempesona dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan Islam. Ia senantiasa menebar pesona Islam baik dalam ruang kepribadiannya, kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Itulah cahaya yang selalu menjadi pelita kehidupan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqomah dalam sepanjang jalan kehidupan. Allah berfirman;
“Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya karena kekufutran) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 6:122)
“Maka tetaplah (istiqomahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialahAllah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak adakekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(QS 46:13-14)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…..
5 Tips Istiqamah
Kesucian dan ketakwaan yang ada dalam jiwa harus senantiasa dipertahankan oleh setiap muslim. Hal ini disebabkan kesucian dan ketakwaan ini bisa mengalami pelarutan, atau bahkan hilang sama sekali. Namun, ada beberapa tips yang membuat seorang muslim bisa mempertahankan nilai ketakwaan dalam jiwanya, bahkan mampu meningkatkan kualitasnya. Tips tersebut adalah sebagai berikut;
Pertama, Muraqabah
Muraqabah adalah perasaan seorang hamba akan kontrol ilahiah dan kedekatan dirinya kepada Allah. Hal ini diimplementasikan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (al-Hadiid (57) : 4)
Rasulullah saw. bersabda-ketika ditanya tentang ihsan, “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (HR al-Bukhari)
Kedua, Mu’ahadah
Mu’ahadah yang dimaksud di sini adalah iltizamnya seorang atas nilai-nilai kebenaran Islam. Hal ini dilakukan kerena ia telah berafiliasi dengannya dan berikrar di hadapan Allah SWT.
Ada banyak ayat yang berkaitan dengan masalah ini, diantaranya adalah sebagai berikut.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (an-Nahl (16) : 91)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (al-Anfaal (8) : 27)
Ketiga, Muhasabah
Muhasabah adalah usaha seorang hamba untuk melakukan perhitungan dan evaluasi atas perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Allah berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr (59) : 18)
“Orang yang cerdas (kuat) adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk hari kematiannya. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengekor pada hawa nafsu dan berangan-angan pada Allah.” (HR. Ahmad)
Umar bin Khattab ra berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang ….”
Keempat, Mu’aqabah
Mu’aqabah adalah pemberian sanksi oleh seseorang muslim terhadap dirinya sendiri atas keteledoran yang dilakukannya.
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah (2) : 179)
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan yang baik kepada kita dalam masalah ketakwaan, muhasabah, mu’aqabah terhadap diri sendiri jika bersalah, serta contoh dalam bertekad untuk lebih taat jika mendapatkan dirinya lalai atas kewajiban. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa contoh di bawah ini.
1. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khaththab ra pergi ke kebunnya. Ketika ia pulang, maka didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan Shalat Ashar. Maka beliau berkata, “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar! Kini, aku menjadikan kebunku sedekah untuk orang-orang miskin.”
2. Ketika Abu Thalhah sedang shalat, di depannya lewat seekor burung, lalu beliau pun melihatnya dan lalai dari shalatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau shalat. Karena kejadian tersebut, beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang-orang miskin, sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak khusyuannya.
Kelima Mujahadah (Optimalisasi)
Mujahadah adalah optimalisasi dalam beribadah dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai Islam dalam kehidupan.
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya…” (al-Hajj (22) : 77-78)
“Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Aisyah ra. pun bertanya, ‘Mengapa engkau lakukan hal itu, padahal Allah telah menghapuskan segala dosamu?’ Maka, Rasulullah saw. menjawab, ‘Bukankah sudah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur.’” (HR. al-Bukhari Muslim)
Inilah lima langkah yang harus dimiliki oleh seorang muslim yang ingin mempertahankan nilai keimanan, yang ingin bertahan dan istiqamah di puncak ketakwaannya. Semoga Allah SWT menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang senantiasa istiqamah, menjadi model-model muslim ideal dan akhirnya kita dijanjikan surga-Nya.amin.< class="arabic">بارك الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم و نستغفر الله فإنه غفور رحيم.

Selasa, 03 Februari 2009

ISU NEGATIF TAK GOYAHKAN PKS


Perseteruan Bawaslu dengan PKS yang sempat menyeret nama Presiden PKS Tifatul Sembiring maupun isu negatif tentang PKS yang muncul menjelang Pemilu 2009 dinilai tidak akan menggeser basis suara rakyat yang mendukung parpol Islam ini.

"Saya tidak yakin suara konstituen PKS dalam Pemilu 2004 bisa digeser oleh isu-isu politik negatif dan masalah Bawaslu-PKS ini. Sebab basis pemilih PKS itu lebih teguh dan kokoh dibandingkan dengan basis pemilih parpol-parpol Islam mana pun selama ini," kata akademisi Indonesia di Universitas Queensland (UQ), Akh Muzakki, di Brisbane, Australia, Rabu (28/1) malam.

Ia menanggapi perseteruan Panwaslu-PKS dan dampaknya terhadap prilaku pemilih PKS dalam Pemilu 2009. Perseteruan itu sendiri dipicu oleh tuduhan Bawaslu bahwa PKS telah melakukan kampanye terselubung melalui aksi solidaritasnya bagi rakyat Palestina 2 Januari lalu.

Keteguhan pilihan konstituen PKS, kata Muzakki, sangat kuat karena ditopang oleh mesin politiknya yang berjalan baik, misalnya melalui kelompok usroh pengajian setiap minggu serta cara lainnya.

Akh Muzakki mengatakan, ada dua basis konstituen yang bisa menjadi lahan ekspansi PKS maupun parpol-parpol Islam lainnya untuk mendulang suara. Mereka adalah para pemilih pemula dan pemilih lama yang sudah mengalami lebih dari sekali Pemilu.

"Untuk kasus Orde Baru (Orba), ini terkait dengan pemilih lama. Sedangkan para pemilih baru tidak berhubungan dengan Orba dalam artian mereka tidak punya pengalaman sejarah langsung dengan Orba," kata Dosen IAIN Surabaya yang sedang merampungkan studi doktornya di UQ itu.

Bagi para pemilih pemula, keprihatinan mereka lebih berhubungan dengan persoalan ancaman narkoba, seks bebas, pornografi, masa depan ekonomi, dan kesempatan kerja. Parpol apa pun yang bisa mengangkat isu-isu yang menjadi konsern kepentingan pemilih pemula seperti ini, dijamin akan bisa dipercaya oleh mereka.

"Karena itu, bagi para pemilih baru, soal Pak Harto dan isu kepahlawanan KH Ahmad Dahlan yang pernah diangkat PKS dalam iklannya hanya sekadar dibicarakan, tapi tidak menjadi 'concern' (keprihatinan) mereka," tambahnya.

"Iklan PKS itu sangat 'segmented' (khas), yakni para pemilih lama yang jumlahnya besar dilihat dari persentase mereka yang tidak memilih alias 'golput' dalam berbagai pilkada, dan basis suara parpol Islam lain yang selama ini tidak puas dengan kinerja parpol Islam yang lain," katanya.

Para pemilih lama ini yang tampaknya dibidik oleh PKS melalui iklan-iklan politiknya tempo hari. “Sedangkan segmen pemilih baru atau pemilih pemula harus secara serius digarap parpol-parpol mana pun,” katanya. [*/P1]

KAMI ADALAH DA'I


Nahnu Du’aatun Qabla Kulli Syai’in. “Kami adalah dai sebelum jadi apapun”.

Suatu gambaran pribadi yang unik dengan penataan resiko terencana untuk meraih masa depan bersama Allah dan Rasul-Nya. Inilah kafilah panjang, pembawa risalah kebenaran yang tak putus sampai ke suatu terminal akhir kebahagiaan surga penuh ridha Allah swt.

Setiap muslim adalah dai. Kalau bukan dai kepada Allah, berarti ia adalah dai kepada selain Allah, tidak ada pilihan ketiganya. sebab dalam hidup ini, kalau bukan Islam berarti hawa nafsu. Dan hidup di dunia adalah jenak-jenak dari bendul waktu yang tersedia untuk memilih secara merdeka, kemudian untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Rabbul insan kelak. Bagi muslim, dakwah merupakan darah bagi tubuhnya, ia tidak bisa hidup tanpanya. Aduhai, betapa agungnya agama Islam jika diemban oleh rijal (orang mulia).

Dakwah merupakan aktivitas yang begitu dekat dengan aktivitas kaum muslimin. Begitu dekatnya sehingga hampir seluruh lapisan terlibat di dalamnya.Sayang keterlibatan tersebut tidak dibekali ”Fiqh Dakwah” sehingga kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada kebaikan yang diperbuat.

Disini menjadi jelas akan pentingnya kebutuhan terhadap fiqh dakwah, sebagaimana digambarkan para ulama, bahwa ”kebutuhan manusia akan ilmu lebih sangat daripada kebutuhan terhadap makan dan minum”. Sehinga penting bagi kaum muslimin yang telah dan hendak terjun dalam kancah dakwah untuk membekali diri dengan pemahaman yang utuh terhadap Islam dan dakwah Islam. Karena orang yang piawai dalam menyampaikan namun tidak memiliki pemahaman yang benar terhadap Islam ”sama bahayanya” dengan orang yang memiliki pemahaman yang benar akan tetapi bodoh di dalam menyampaikan, mengapa?

Pertama; ia akan menyesatkan kaum muslimin dengan kepiawaiannya (logika kosongnya). Kedua; Hal itu akan menjadi ”dalil” bagi orang-orang kafir dalam kekafirannya (keungulan bungkusannya).

Adalah fiqh dakwah merupakan sarana untuk menjembatani lahirnya pemahaman yang shahih terhadap Islam didukung kemampuan yang baik di dalam menyampaikan. Sehingga dengan aktivitas dakwah ini ummat dapat menyaksikan ”Islam” dalam diri, keluarga dan aktivitas para dai yang melakukan perbaikan ummat secara integral, mengeluarkan manusia dari pekat jahiliyah menuju cahaya Islam.

Bagi mereka yang yang berjalan diatas rel kafilah dakwah menuju cahaya dan kebahagiaan dunia dan akherat, dapat melihat prinsip-prinsip dakwah dan kaidah- kaidahnya, agar menjadi hujjah atau pegangan bagi manusia dan menjadi alasan di hadapan Allah, Ustadz Jum’ah Amin Abdul Aziz memaparkan tentang hal ini, yaitu; ”Fiqh Da’wah: Prinsip dan kaidah dasar Dakwah”, yang diambil dari usul fiqh sebagai bekal para dai tersebut adalah sebagai berikut:

1. Qudwah (teladan) sebelum dakwah
2. Menjalin keakraban sebelum pengajaran
3. Mengenalkan Islam sebelum memberi tugas
4. Bertahap dalam pembebanan tugas
5. Mempermudah, bukan mempersulit
6. Menyampaikan yang ushul (dasar) sebelum yang furu’ (cabang)
7. Memberi kabar gembira sebelum ancaman
8. Memahaman, bukan mendikte
9. Mendidik bukan menelanjangi
10. Menjadi murid seorang imam, bukan muridnya buku.

Harapan, kiranya Allah swt senantiasa mencurahkan taufiq dan petunjuk-Nya kepada para dai yang ikhlas menyeru manusia ke jalan Allah, memperbaiki diri, keluarga dan masyarakat serta tempat kerja, sehingga Allah terlibat dalam urusan dan kebijakan-kebijakan yang akan ditetapkan untuk orang banyak, demi tegaknya tatanan Islam yang indah dalam kehidupan dengan bimbingan Alah dan sesuai panduan manhaj (aturan) dakwah Rasulullah saw. Wallahu ‘alam